Monday, February 27, 2017

ACARA I POLIPLOIDISASI

ACARA I
POLIPLOIDISASI

A.      Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan Metafase pada Akar Bawang Merah (Allium cepa)       

Penambahan Colchicine (C-metafase)

Jumlah Kromosom :
 

 
 





                                                                                            



 
Tanpa Pemberian Colchicine


Jumlah Kromosom :
 
 














B.  Pembahasan
Poliploidi  adalah keadaan sel yang memiliki lebih dari  dua  genom dasar (3x, 4x, 5x dan seterusnya), poliploidi  ditemukan banyak terjadi secara alami pada kingdom tanaman. Poliploidi dapat berisi dua atau lebih pasang genom dengan segmen kromosom yang homolog, keseluruhan kromosom homolog atau keseluruhan kromosom tidak homolog. Perbedaan satu dengan yang lain pada sejumlah gen atau segmen kromosom yang dapat  menyebabkan sterilitas sebagian atau seluruhnya (Stebbins, 1950 dalam Sareen). Namun tidak semua tanaman ploidi memberikan pengaruh buruk terhadap tanaman. Secara alami poliploidi menyebabkan penampakan morfologi tanaman sering lebih besar daripada spesies diploid pada umunya. Penampakan morfologi itu antaralain: permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal dan  tanaman lebih tinggi. Fenomena poliploidi di alam dapat dibagi atas : (1) autopoliploid (penambahan genom dimana pasangan kromosomnya homolog), dan (2) allopoliploid (penambahan genom dimana kromosomnya tidak homolog).  Secara umum autopoliploid sama dengan diploid, perbedaannya hanya tergantung pada genotip asal, serta terjadi peningkatan ukuran sel merismatik dan sel penjaga (Sparrow, 1979 ; Poehlman dan Sleper, 1995). Sedangkan tanaman allopoliploid dihasilkan untuk mengkombinasi karakter-karakter yang diinginkan dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman (Sparrow, 1979). Poliploidisasi merupakan Sel-sel tanaman normal biasanya dikatakan bersifat diploid (2n=2X) dan mempunyai jumlah kromosom tertentu, adalah bilangan dasar kromosom. Telah diketahui bahwa banyak di antara tanaman pertanian sekarang ini serperti: gandum, kapas, tebu memiliki set kromosom lebih dari 2.
 Proses penggandaan kromosom pada tanaman dapat dilakukan dengan cara pemberian Kolkhisin. Poliploidisasi dapat dilakukan dengan pemberian kolkisin pada jaringan meristem. Kolkhisin (C22H25O6N) ialah suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Fam Liliaceae). Senyawa ini dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan sel tidak dapat membelah dan terbentuklah individu poliploidi, dimana organisme memiliki tiga set atau lebih kromosom di dalam sel-selnya (Suryo, 1995). Kholchicine akan menghambat pembelahan dinding sel pada saat sel tersebut telah mengalami duplikasi kromosom. Pada saat pembelahan sel, diketahui ada empat tahapan, yaitu Profase, metafase, Anafase dan telofase. Pada saat profase, metafase dan anafase kromosom akan melipatgandakan dirinya, setelah kromosom melipatgandakan dirinya maka seharusnya setelah itu maka sel akan membentuk dinding sel yang membelah dua sel tersebut dengah masing-masing sel satu pasang kromosom. Nah, cholchicine menghambat terbentuknya dinding sel tersebut sehingga sel tersebut tetap satu akan tetapi kromosomnya telah berlipat ganda, sehingga sel tersebut menjadi poliploid.
 Senyawa antimitotik yang sering digunakan dalam proses poliploidisasi adalah kolkisin yang merupakan senyawa alkaloid yang berasal dari umbi tanaman berbunga famili Liliaceae yang dikenal sebagai rumput-rumputan yang tumbuh pada musim gugur (Colchicum autumnale L.). Kolkisin sering dipakai untuk pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas baru. Mekanisme kolkhisin yang dapat menyebabkan mutasi pada kromosom bawang merah yaitu karena adanya senyawa ini mencegah terjadinya polimerasi mikrotubulus karena cincin yang terdapat pada kolkhisin berikatan dengan alfa-tubulin dan beta-tubulin. Hal ini menyebabkan mikrotubulus tidak dapat terbentuk sehingga pada saat pembelahan sel, benang–benang spindel yang berasal dari mikrotubulus tidak muncul ( Crowder, 1997 ). Akibatnya pemisahan kromosom dari metafase ke anafase tidak berlangsung sehingga sel tidak dapat membelah tetapi jumlah kromosom yang terkandung di dalamnya telah mengalami duplikasi (memiliki sister kromatid). Sister kromatid dapat saling memisah di dalam sitoplasma pada tahap c-anafase yang dilanjutkan dengan pembentukan dinding inti. Sehingga inti sel memiliki jumlah kromosom yang berlipat ganda ( Suryo, 1995 )
Adapun ciri-ciri tanaman polipoidi yakni secara alami poliploidi menyebabkan penampakan morfologi tanaman sering lebih besar daripada spesies diploid pada umunya. Penampakan morfologi itu antaralain: permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal dan  tanaman lebih tinggi. Fenomena ini disebut sebagai gigas atau jagur (Kuckuck et al., 1991). Populasi poliploidi mempunyai kemampuan berkompetisi lebih baik dibanding tanaman diploid yang ditunjukkan dengan daerah penyebarannya yang luas (Karmana, 1989). Menurut Poehlman dan Sleper (1995)  poliploidi juga memberi peluang untuk merubah karakter suatu tanaman melalui perubahan jumlah genom dan kontribusi gen-gen alelik pada karakter tertentu. Selain itu, menurut Thomas (1993) tanaman poliploidi menunjukkan resistensi terhadap penyakit, tanaman poliploid juga lebih unggul jika dikonsumsi karena rasanya lebih enak, mudah dicerna, sebagian besar berstruktur karbohidrat dan seratnya kurang kasar. Karmana (1989) menyatakan bahwa tanaman budidaya poliploidi berperan besar dalam penyediaan protein, lemak dan karbohidrat dunia dibandingkan dengan tanaman diploid.
Poliploidi seringkali memberikan efek dramatis dalam penampilan atau pewarisan sifat yang bisa positif atau negatif. Tumbuhan secara umum bereaksi positif terhadap poliploidi. Tetraploid (misalnya kentang) dan heksaploid (misalnya gandum) berukuran lebih besar (reaksi "gigas", atau "raksasa") daripada leluhurnya yang diploid. Karena hasil panen menjadi lebih tinggi, poliploidi dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Berbagai kultivar tanaman hias (misalnya anggrek) dibuat dengan mengeksploitasi poliploidi. Reaksi negatif terjadi terhadap kemampuan reproduksi, khususnya pada poliploidi berbilangan ganjil, meskipun ukurannya membesar. Karena terjadi ketidakseimbangan pasangan kromosom dalam meiosis, organisme dengan ploidi ganjil biasanya mandul (steril).
Pada praktikum pemuliaan tanaman acara pertama mengenai poliploidi diperoleh hasil berupa penggadaan kromosom yang mana disebabkan oleh penambahan senyawa kolkisin. Kolkisin mempengaruhi pembelahan mitosis pada sel ketika fase metafase (bukan anafase) karena dengan adanya kolkisin, di dalam sel tidak terbentuk benang spindel, sehingga kromosom anakan tidak bergerak ke kutub-kutub sel. Dengan demikian maka fase-fase pembelahan mitosis berhenti pada metafase dan tidak terjadi pembelahan anafase. Poliploidisasi dapat terjadi melalui induksi berbagai zat-zat kimia, salah satunya adalah kolkhisin. Kolkhisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji tanaman Colchicum autumnale.  Kolkhisin bersifat sebagai racun yang pada tumbuhan memperlihatkan pengaruhnya pada nukleus yang sedang membelah.  Larutan kolkhisin dengan konsentrasi yang kritis mencegah terbentuknya benang-benang spindel dari gelendong inti sehingga pemisah kromosom pada anafase dari mitosis tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel.  Tidak ada ukuran tertentu untuk besarnya konsentrasi larutan kolkhisin yang digunakan dan lamanya waktu perlakuan.  Masing-masing tergantung pada bahan yang dipakai.  Pada umumnya kolkhisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1%.  Lamanya perlakuan berkisar 3-24 jam.  Untuk Allium cepa, cukup memerlukan konsentrasi larutan yang rendah dan waktu perlakuan yang pendek.
Menurut jurnal dari pusat konservasi tumbuhan kebun raya-LIPI bahwa  Penggandaan kromosom dan peningkatan material genetik menyebabkan volume sel poliploid biasanya membesar (Song et al., 2012). Periode G-2 terjadi pada sintesis protein-protein yang diperlukan dalam proses mitosis, seperti sub-unit benang gelendong, serta pertumbuhan organelorganel dan makromolekul lainnya (Sastrosumarjo dan Syukur, 2013). Dengan demikian, saat sel terpapar kolkisin, sel telah memiliki organel-organel dan kromosom yang mengganda, namun tidak terjadi pembelahan sel sehingga ukuran sel menjadi besar. Bibit P. amabilis yang memiliki daun tebal dan berwarna lebih hijau kemudian diseleksi untuk analisis stomata dan kromosom. Sehingga hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang telah diperoleh yakni terjadinya penggadaan kromosom setelah ditambahkan senyawa kolkisin. Hasil yang sama didapat juga oleh Ye-Qing Wu dalam jurnalnya berjudul Effect on Polyploidy Induction in Asparagus Lettuce of Concentration and Presoaking Time of Colchicine menyatakan bahwa dengan adanya penambahan kolkisin maka akan terjadi penggandaan kromosom namun penggandaan tersebut dapat terjadi sesuai dengan jumla konsentrasi dari kolkisin yang ditambahkan untuk menggandakan kromosom














Kesimpulan

Berdasarkan cara bergandanya kromosom tanaman poliploid dibedakan atas:  1. Euploid, yaitu tanaman poliploid dimana jumlah kromosomnya merupakan kelipatan (penggandaan) yang sempurna dari haploidnya, 2. Aneuploid, yaitu tanaman poliploid dimana jumlah kromosomnya merupakan kelipatan (penggandaan) yang tidak sempurna dari haploidnya.  Lalu pengaruh kolkisin adalah Kolkisin mempengaruhi pembelahan mitosis pada sel ketika fase metafase (bukan anafase) karena dengan adanya kolkisin, di dalam sel tidak terbentuk benang spindel, sehingga kromosom anakan tidak bergerak ke kutub-kutub sel. Dengan demikian maka fase-fase pembelahan mitosis berhenti pada metafase dan tidak terjadi pembelahan anaphase. cholchicine menghambat terbentuknya dinding sel tersebut sehingga sel tersebut tetap satu akan tetapi kromosomnya telah berlipat ganda, sehingga sel tersebut menjadi poliploid. Adapun ciri-ciri tanaman polipoidi yakni secara alami poliploidi menyebabkan penampakan morfologi tanaman sering lebih besar daripada spesies diploid pada umunya. Penampakan morfologi itu antaralain: permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal dan  tanaman lebih tinggi.










Daftar Pustaka
Sareen, P. K., J. B. Chowdhury and V. K. Chowdhury. 1992. Amphidiploids/synthetic crop species, p. 62-67. In Kaloo, G., and J.B. Chowdhury (Eds.). Distant Hybridization of Crop Plants. Springer-verlag. Berlin.
Sparrow, D.H.B. 1979. Special techniques in plant breeding, p. 37-52. In Genetics in Plant Breeding (Brookhaven symposia in biology vol. 9). New York.
Poehlman, J.M. and D.A. Slepper. 1995. Breeding Field Crops. Fourth Edition. Iowa State Uni.Press/Ames.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, hal 219 – 224.
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, hal 301.